Refleksi Kuliah Filsafat dari Prof.Dr.
Marsigit M.A,
Refleksi Pertanyaan dari saudari Erni
Apakah kebenaran yang absolute
dan mutlak dalam filsafat?
Maksud dari
hidup ini adalah mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Pelato pernah
berkata: “Apakah kebenaran itu? Pada waktu tak bersamaan, bahkan jauh
kebelakang Bradley menjawab, “ kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukanlah
kenyataan itu tidak selalu yang seharusnya terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa
saja bebentuk ketidak benaran (keburukan). Jadi ada dua pengertian kebenaran,
yaitu kebenaran yang berarti real terjadi dan kebenaran dalam arti lawan dari
keburukan (ketidakbenaran).
Filsafat ilmu
itu mencari kebenaran, kebenaran itu ada kebenaran absolute yaitu kebenaran
yang diturunkan firman tuhan yang tidak bisa diganggu gugat. Manusia bisa
membuat kebenaran absolute, tapi kebenaran absolute bersifat konsisten saja
sesuai dengan kesepakatan. Matematika murni juga kebenaran absolute tapi hanya
benar dalam pikiran manusia berupa pengandaian dalamkenyataannya tidak bisa
ditemukan. ebenaran mutlak adalah kebenaran yang hakiki dan sejati, sesuatu
yang dapat melihat dan menyatakan keseluruhan realitas secara objektif, apa
adanya. Kebenaran mutlak ini harus hanya ada satu saja dan merupakan suatu
acuan atau standar bagi apa yang disebut dengan kebenaran relatif. Kebenaran
mutlak itu mempunyai sifat universal ( berlaku bagi semua orang, tidak ada
perkecualian ), kekal ( lintas waktu dan ruang, tidak berubah-ubah, tidak
berganti ), integral (tidak ada konflik di dalamnya ) dan tanpasalah ( bermoral
tinggi, suci ).
Manusia jelas
bukan kebenaran mutlak, karena ia tidak memenuhi syarat-syaratnya. Manusia
bukan kebenaran mutlak karena ia makhluk ciptaan yang terbatas, bersifat
subjektif dan dikuasai oleh ruang dan waktu. Bersifat subjektif artinya
terhadap objek yang sama manusia mempunyai sudut pandang atau pendapat yang
berbeda-beda. Kalau misalnya ada 1000 orang yang dimintai pendapatnya akan
sesuatu objek, akan ada 1000 macam pandangan yang berbeda-beda. Manusia mengerti sesuatu sebatas pengertiannya
sendiri dan melihat sesuatu sebatas daya lihatnya sendiri. Dia tidak bisa dan
tidak mungkin bisa mengerti dan melihat sesuatu sebagaimana adanya. Jadi
kebenaran yang dilihatnya dari sudut pandangnya sendiri ( yang terbatas ) itu
bersifat relatif, bukan absolut ( mutlak ). Dikuasai oleh ruang dan waktu
mempunyai implikasi bahwa ia tidak mahatahu ( artinya banyak hal yang tidak
diketahuinya), bisa salah dan selalu berubah berganti.
Pandangan
manusia itu sangat terbatas karena ( tubuh ) manusia dibatasi oleh ruang dan
waktu. Manusia hanya bisa berada pada satu tempat pada waktu tertentu.
Indra-indra tubuh manusia tidak bisa mendeteksi sesuatu yang terlalu ekstrem.
Mata manusia tidak bisa menangkap benda yang terlalu besar atau kecil, terlalu
dekat atau terlalu jauh. Mata manusia juga tidak bisa menangkap gerakan yang
terlalu cepat. Mata manusia hanya bisa menangkap cahaya dengan panjang
gelombang dalam suatu rentang tertentu. Telinga manusia hanya dapat menangkap
suara dalam rentang frekuensi tertentu. Otak manusia hanya dapat memikirkan
pola-pola yang sudah dikenalnya sebelumnya. Banyak hal yang tidak atau belum
diketahui manusia, dan yang tidak atau belum pernah terpikirkan. Dan ada
hal-hal yang tidak akan pernah bisa terpikirkan olehnya.
Jadi kebenaran
mutlak yang sejati itu harus datang dari luar manusia. Adapun manusia hanya
bisa mempunyai kebenaran relatif. Tidak mungkin ada kebenaran mutlak di level
manusia atau yang di bawahnya. Kebenaran mutlak harus datang dari level yang
lebih tinggi, dari Allah. Jadi kebenaran mutlak adalah kebenaran yang datang
dari Allah yang mahabesar.
Good Reflection
BalasHapusGood Reflection
BalasHapus