Refleksi
Kuliah Filapat dari Prof.Dr. Marsigit M.A,
dalam
kuliah ke-2 pada tanggal 16 September 2015
Ruang
PPG 1 Lantai 2 Lab Matematika FMIP
MAKNA
KEHIDUPAN ANTARA WADAH DAN ISI
Secara filsafat
semua yang terjadi di dunia ini bisa dikatakan bahwa ada interaksi antara wadah
dan isinya. Dalam konten psikologis, bisa diambil
contoh mengendarai motor besar seperti Kawasaki 650CC secara pisikologis. Wadah
sama isi, dimana isi menyesuaiakan wadah dan wadah juga terpengaruh oleh
isinya, seperti halnya mengendarai motor dengan CC yang besar pisikologisnya
harus menyesuaiakan baik dari stamina haru sehat, lincah, semangat dan berani
cepat. Kendaraan sebagai wadah bisa menentukan isi secara pisikologis sifat
dari pengendara itu yang dialami sehari-hari. Wadah mempengaruhi isi dan isi
mempengaruhi wadah merupakan interaksi antara isi dan wadah.
Namu perlu diketahui bahwa isi itu
juga berwadah dan wadah itu juga berisi, wadah berwadah dan isi berisi. Isi
dipangkatkan dengan seribu juga isi dan wadah dipangkatkan dengan seribu juga
wadah. Misalnya motornya bebek dan yang mengendari pak marsigit, isinya berupa
pak marsigit. Pak Marsigit yang duduk di depan dan berbicara merupakan wadahnya
tapi sebenar-benar Pak marsigit itu yaitu yang ada di dalam pikiran. Semiliar
kali semiliar engkau menyebutnya itu tidak cukup untuk mendefinisikan,
memperjelas dan menyebutkan siapa itu Pak Marsigit itu. Jadi engkau tidak akan
mengerti siapa pak marsigit itu yang engkau ketahui sebagian kecil dari
sifatnya (predikat) juga tentang dirimu masing-masing. Begitu juga dengan
diriku tidak bisa menjelaskan siapa diriku yang sebenarnya. Maka sebenar-benar
hidup adalah berusaha untuk mengertinya walaupun sadar tidak pernah sempurna
memahaminya. Yang Maha Sempurna itu hanya Tuhan, tetapi dengan
ketidaksempurnaan itulah manusia menjadi hidup dan hidupnya manusia itu adalah
ketidaksempurnaan didalam kesempurnaan Tuhan.
Sebenar-benar
ayah kita adalah yang ada di dalam pikiran, jadi yang kita lihat, pegang waktu
berjabat tangan itu yaitu tangan ayahmu. Berfilsafat kalau agama tidak cukup
bisa berbahya, misalnya kaca dilempar dengan batu kemudian pecah dan
pertanyaannya kenapa kaca itu bisa pecah? Jawabannya kaca pecah itu belum tentu
dikarnakan batu, itu maksudnya falase atau kesalahan dalam berfikir. Siapa tahu
waktu melempar kaca ada terjadi gemba yang menyebabkan kaca pecah atau ada
orang yang menembak kaca terlebih
dahulu. Dalam hal ini bisa diakatakan hukum sebab akibat, Defidium yang
berusaha membuat teori untuk membantah hukum sebab akibat. Kebenaran umum
termasuk masyarakar agamis atau spiritualis bahwa didunia ini berlaku hukum
sebab akibat dan tidak berlaku defidium yang membantah hukum sebab akibar.
Sebenar-benar
Ayah kita itu adalah yang ada di dalam pikiran, dalam pikiran disini yang
dimaksud adalah apabila suatu objek pernah terlihat dan ada di dalam pikiran
walaupun objek itu tidak ada sekarang. Sedangkan yang dimaksud diluar pikiran
adalah apabila objek itu belum pernah dilihat, belum pernah disentuh dan belum
pernah dilihat satu dari semiliar karakter daripada benda tersebut. Menurut
Plato walaupun objeknya sudah tidak terlihat tapi masih teringat dalam pikiran
walaupun secara fisik hilang, itulah aliran idealis objeknya ada di dalam
pikiran. Tapi menurut muridnya Aristoteles tidak setu dengan Plato, karena
Aristoteles seorang realis yang beranggapan bahwa kalau objek tidak bisa
dilihat, disentuh dan dipegang berarti benda itu tidak ada, karena dia
beranggapan hakekat dari kebenaran itu berada di luar pikiran. Anak kecil itu
realis orang tua itu bisa beridealis, antara Plato dan Aristoteles
masing-masing punya tokohnya. Sebetulnya yang termasuk realis murni pengikut
Aristoteles itu mengatakan kalu tidak
bisa dipegang dan tidak bisa dilihat berarti itu tidak ada, ide kebenaran itu
berada di luar pikiran. Itulah sebabnya apabila kita mengajar sesuai dengan
subjeknya, sesuai dengan pelakunya apakah untuk orang tua atau untuk anak
kecil. Jika untuk orang tua maka bisa digunakan matematika idealis, sedangkan
jika untuk anak-anak bisa diterapkan matematika realis. Menyentuh untuk anak
kecil itu bisa dianggap sudah membuktikan apalagi dapat dipindahkan, digeser,
bisa dianggap membuktikan bagi anak kecil.
Setiap
saat phenomena itu selalu ada dimana-mana dan setiap saat selalu berintraksi,
maka sebenar-benar hidup adalah interaksi antara realis dan idealis. Hidup itu
adalah interaksi dainemik dalam ruang dan waktu antara realis dan idealis yang
terjadi sehari-hari harus seimbang dansemiliar kali semiliar engkau menyebutnya
tidak cukup untuk menyebutkan unsure-unsur yang berpasang-pasangan. Ada
laki-laki dan ada prempuan maka hidup ini adalah interaksi antara laki-laki dan
prempuan, laki-laki sebagai tesis dan prempuan antithesis dan bersintesis dan
menghasilkan anak, anak itu merupakan hasil sintesis dari tesis dan antithesis.
Sebenar-benar ilmu dihasilkan dengan menggunakan metode sintesis dengan metode
yang baru. Objek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada, yang mungkin
ada itu sesuatu yang belum ada di dalam pikiran tapi bisa saja sesuatu itu
mungkin ada. Sedangkan yang ada yaitu sesuatu yang sudah ada di dalam pikiran
kita. Manusia merupakan mahluk yang kecil dan tidak punya daya, manusia
benar-benar tidak sempurna, denga ketidaksempurnaan manusia menemukan hakikat
kehidupannya.
Sebenar-
benar hidup ini adalah berusaha mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada,
jadi metode yang paling hakiki dalam mengajar adalah metode hidup. Hidup itu
mengadakan yang mungkin ada menjadi ada. Objek filsafat itu adalah semua yang
mungkin ada dan yang ada dan bahasa yang digunakan bahasa analog, bahasa analog
lebih tinggi dari bahasa kias. Jadi sebenar-benar hidup itu adalah proses
menembus ruang dan waktu, dalam filsafat definisi hidup itu dapat didefinisikan menjadi semiliar
definisi. Hakikat hidup ini hukumnya
kontradiksi, maka manusia tidak pernah sama dengan namanya.
Good
BalasHapusGood
BalasHapus